Minggu, 15 Maret 2009

STATUS MASALAH VEKTOR PENYAKIT DI INDONESIA



Keberadaan vektor penyakit telah menimbulkan masalah yang tidak henti-hentinya dihadapi oleh manusia, khususnya di negara kita. Negara kita menjadi daerah endemis bagi beberapa wabah penyakit yang ditularkan oleh vektor penyakit. Yang paling dirasakan tentunya adalah penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dan tikus. Belum berhenti dan berhasil kita dalam menanggulangi masalah akibat tikus dan nyamuk, dalam beberapa tahun terakhir kita pun dihebohkan dengan wabah flu burung.

Kenyataan tersebut, selayaknya menyadarkan kita bahwa bahwa pengelolaan ekosistem permukiman tidak hanya berkaitan dengan masalah penataan ruang, pengelolaan energi, transportasi, penanganan pencemaran, masalah sosial, dan lain-lain tetapi juga harus secara sadar bahwa ada komponen hayati lain yang harus dikelola, yaitu berupa keberadaan vektor penyakit. Seringkali kita menomorduakan masalah keberadaan vektor, padahal fakta menunjukkan telah banyak korban jiwa akibat keberadaan vektor penyakit.

Sejak kasusnya demam berdarah pertama kali ditemukan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968, jumlah kesakitan demam berdarah terus mengalami peningkatan hingga saat ini telah puluhan ribu orang meninggal akibat demam berdarah. Bila pada tahun 1968 hanya dijumpai 58 kasus kesakitan, maka sepuluh dan dua puluh tahun kemudian kasusnya telah meningkat menjadi 6.989 dan 45.791 kasus.

Pada Tahun 2007 terdapat 123.828 penderita demam berdarah dan 1.256 diantaranya meninggal dunia. Memang terdapat kemajuan penanganan penderita deman berdarah dalam hal jumlah korban meninggal. Hingga awal tahun 80-an yang meninggal akibat deman berdarah dari total penderita lebih dari 30% dan kini pada tahun 2007 yang baru lewat kurang dari 2%. Namun jumlah penderitanya meningkat berlipat ganda.

Di pihak lain, sebaran deman berdarah pun semakin meluas. Tidak ada satu propinsi pun yang terbebas dari deman berdarah. Tidak kurang dari 201 kabupaten/kota telah terjangkit deman berdarah. Bahkan sampai data terakhir menyebutkan tidak ada bagian dari Wilayah Indonesia yang belum terjangkit deman berdarah.

Perkembangan kasus deman berdarah menunjukkan bahwa penyakit deman berdarah, hingga saat merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan karena morbiditasnya (angka kesakitannya) tinggi dan penyebarannya semakin meluas.

Di samping demam berdarah, penyakit yang dibawa nyamuk lainnya pun masih merupakan ancaman dan menimbulkan korban jiwa, seperti malaria, filariasis (kaki gajah), chikunya, dan japanese enchepalisis (radang otak). Pada tahun 2004 terjadi beberapa kejadian luar bisa demam berdarah, baik di Pulau Jawa seperti di Sukabumi, Garut, dan Pekalongan; maupun di Luar Pulau Jawa seperti di Kab. Karimun-Riau Kepulauan; Aceh Besar dan Halmahera Utara-Maluku. Pada Tahun 2006 diperkirakan jumlah kesakitan malaria mencapai 1,8 juta jiwa; dan pada tahun 2007 menjadi 2,5 juta jiwa. Demikian halnya dengan penyakit kaki gajah kasusnya pun masih cukup tinggi.

Penyakit pest (plague) tercatat dalam sejarah dengan tinta hitam. Penyakit ini sangat menakutkan karena telah banyak membunuh manusia sejak 2500 tahun yang lalu. Penyakit ini telah menggoncangkan kota London karena telah membunuh separuh dari penduduk kota ini dan terkenal sebagai bencana “Black Death” yang membunuh 25 juta jiwa orang Eropa selama lebih dari 50 tahun pada abad ke 14. Penyakit lain yang ditular tikus dan populer di negara kita, khusunya pasca bencana banjir adalah leptospirosis. Pada tahun 2002 pasca bencana banjir di Jakarta tercatat 113 penderita leptospirosis dan 2 orang orang meniggal dunia.

Banyaknya jenis penyakit dan jumlah korban akibat penyakit yang ditularkan vektor menunjukkan bahwa masalah ini sangat penting. Potensi bahayanya pun terus meningkat, terlebih di negara kita yang memiliki faktor edafis dan klimatis yang mendukung kehidupan ventor penyakit, disamping akibat rendahnya kualitas sanitasi lingkungan. Dalam perspektif ekonomis keberadaan vektor dan penyakit yang ditularkannya telah menimbulkan kerugian yang sangat besar, apabila dikalkulasi secara sederhana nilai biaya yang harus dikeluarkan masyarakat Indonesia untuk pengobatan demam berdarah saja akan tidak kurang dari 280 milyar setiap tahun, belum termasuk kerugian sosial lainnya. Mengingat hal tersebut tampaknya kita harus lebih memahami dan bergiat untuk menanggulangi permasalahan ini.

1 komentar:

  1. Gimana tuch, masak kita menunggu juga untuk menderita DBD. Segera dong bangsa ngurusin wabah DBD dan lain-lain lebih bener

    BalasHapus

Anda pengunjung ke